Daftar Isi [Tampil]

 


TaniHoki.com: Masyarakat pelaku budidaya kopi di Kecamatan Sinjai Barat, Kab. Sinjai, Sulawesi Selatan sebentar lagi bakal memiliki sertifikasi indikasi geografis (IG) kopi setempat.

Hal ini sejalan dengan diumumkanya proses sertifikasi IG Kopi Arabika Bawakaraeng Sinjai dalam Berita Resmi Indikasi Geografis, Kementerian Hukum dan HAM dengan No 003/E-IG/III/A/2022.

Pengumuman berlangsung 2 bulan, mulai 7 Maret 2022 - 7 Mei 2022. Jika ada yang keberatan dengan permohonan ini bisa mengajukan sanggahan ke Direktorat Jederal Kekayaan Intelektual (Ditjen KI) Kemenkumham.

Indikasi geografis adalah semacam pengakuan resmi bahwa suatu produk berasal dari wilayah tertentu.

Menurut Dijten Kekayaan Intelektual, Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.

Dengan begitu, produk Kopi Arabika Bawakaraeng Sinjai bakal memperoleh sertifikasi sebagai pengakuan atas produk yang khas hanya berasal daerah tersebut. Artinya, kopi daerah lain tidak boleh diklaim sebagai Kopi Arabika Bawakaraeng Sinjai.

Pemohon IG

Permohonan IG diajukan oleh Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Kopi Arabika Bawakaraeng Sinjai.

Penggunaan nama kelompok ini karena seluruh bahan baku kopi diperoleh dari hamparan kebun-kebun kopi arabika di sepanjang kaki Gunung Bawakaraeng (hillside Bawakaraeng) dalam lingkup wilayah administrasi Kecamatan Sinjai Barat, Kecamatan Sinjai Borong, dan Kecamatan Sinjai Tengah di Kabupaten Sinjai.

Berdasarkan permohonan, cakupan luas wilayah yang dimohonkan perlindungan IG-nya, seluas 15.619,63 ha, dari luas ke-3 kecamatan yaitu seluas 37.349,55 ha.

Meskipun dari hasil survei lapangan dan interpretasi citra satelit (2020), luas lahan kopi arabika eksisting seluas 3.021,00 Ha, dan luas potensi pengembangan skala prioritas seluas 7.843,00 Ha.

Faktor letak geografis menentukan dinamika iklim, yang selanjutnya berpengaruh terhadap tatanan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia secara keseluruhan.

Pengelolaan kekayaan sumberdaya alam dan kinerja sumberdaya manusia pada akhirnya akan menghasilkan produk tertentu yang memiliki ciri khas, demikian halnya dengan produk kopi arabika yang dikelola dan dihasilkan oleh MPIG Kopi Arabika Bawakaraeng Sinjai.

Produk kopi yang dihasilkan telah memiliki reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu, hal ini dapat terwujud dari hasil kerja sama yang baik antara petani, pengurus MPIG, dan pemerintah setempat.



Uji Citarasa Kopi

Hasil uji citarasa dari Laboratorium Penguji, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia menunjukkan bahwa semua contoh produk khas kopi; karakteristik Taint/Defect memperoleh nilai 0,00., hal ini menunjukkan bahwa aroma negatif atau cacat yang mengurangi kualitas kopi seperti taint atau bau tercemar dan fault atau rasa yang tidak enak; tidak dijumpai.

Dan semua contoh termasuk dalam kriteria “Speciaty Grade” yang ditunjukkan dari “Final Score” bernilai >80; nilai final score untuk keseluruhan contoh diperoleh dari 83,75 sampai dengan 85,75.

Sedangkan rangkuman comments terhadap komponen aroma spesifiknya; Proses Fermentasi an-aerobic (wine process) yaitu Natural, Caramelly, Sweet Corn, Herbal, Cucumbar, Winy, Fruity, Tropical Fruit, Jack Fruit, Dried Fruit, Medicinal, Kedondong Astringent Alkoholic, Nutty, Spicy, Citrid Acid, Sangat Asin, Lemony.

Dan Full-Wash dengan komponen aroma: Caramelly, Brown Sugar, Vanilla, Spicy; sedangkan Semi-Wash terdiri dari komponen aroma: Brown Sugar, Milk Chocolate, Nutty, Bright Acidity.

Kopi Specialty

Sulawesi Selatan sendiri sudah punya dua Indikasi Geografis untuk kopi arabika, yakni Kopi Arabika Toraja dan Kopi Arabika Kalosi Enrekang. 

Kopi arabika Indonesia dewasa ini banyak menjadi kopi specialty yang merupakan jenis kopi dengan citarasa terbaik, dengan aroma yang bersifat khas karena itu memiliki pasar yang khusus.

Dalam penelitiannya, Awaluddin, Nuraeni dan Mais Ilsan (Jurnal Agrotek Vol. 2 No. 2 September 2018) menyebut wilayah pegunungan propinsi Sulawesi Selatan sangat cocok ditanami kopi arabika karena suhu dan curah hujannya.



Kopi arabika sangat popular dengan sebutan “kopi Toraja” yang telah lama disenangi sebagian besar pencinta kopi di dunia karena citarasanya yang khas dan aromanya yang lembut serta seimbang.

Dalam tulisan bertajuk “Analisis Keberlanjutan Usahatani Kopi Arabika Bawakareng Kecamatan Sinjai Barat Kabupaten Sinjai” itu juga dikatakan bahwa Kabupaten Sinjai adalah salah satu kabupaten penghasil kopi arabika yang berada di kawasan pegunungan Bawakaraeng dengan luas areal tanaman kopi sekitar 2.950 ha yang dikelolah sebanyak 2.187 petani.

Sejak tahun 2013 Kabupaten Sinjai termasuk salah satu kabupaten yang bermitra dengan Yayasan Pensa Global Agromandiri (YAPENSA) dalam program “The Bawakaraeng Sustainable Coffee Value Chain”.

Kopi Arabika di kawasan Gunung Bawakaraeng seluruhnya diproduksi oleh petani kecil dengan luas lahan rata-rata 0,5-1 ha.

Pada umumnya petani menanam kopinya bercampur dengan tanaman keras lainnya dan tanaman semusim dalam bentuk agroforestry.

Jenis kopi yang dikembangkan di daerah kawasan Gunung Bawakaraeng adalah Arabika varietas Lini S795 dan HDT (hybrid de timor), dalam jumlah kecil ada juga varietas keturunan Catimor.

Namun, kesimpulan penelitian mereka menujukkan kurang berkembangnya petani kopi. Berikut kesimpulan dalam riset beberapa tahun lalu tersebut (yang tentunya keadaannya sudah berbeda saat ini): 

  1. Produksi dan pendapatan usahatani kopi Arabika Bawakaraeng kurang menguntungkan bagi petani karena pendapatan perbulan untuk kopi arabika (peco) kurang lebih Rp340.981 dan untuk kopi arabika (gelondongan) pendapatan perbulan Rp439.618, ini jauh di bawah upah minimum (UMP) Provinsi Sulawesi Selatan sebesar Rp2.435.625 per bulan.
  2. Pengembangan usahatani kopi Arabika Bawakaraeng berdasarkan dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial budaya, dimensi infrastruktur dan teknologi, dimensi hukum dan kelembagaan tidak berkelanjutan.
  3. Terdapat satu atribut yang sensitif pada dimensi ekologi, tiga atribut yang sensitif pada dimensi ekonomi, satu atribut yang sensitif pada dimensi sosial budaya, lima atribut yang sensitif pada dimensi infrastruktur dan teknologi, lima atribut yang sensitif pada dimensi hukum dan kelembagaan.

Manfaat perlindungan Indikasi Geografis

Di sinilah barangkali proses pendaftaran Indikasi Geografis dapat memperbaiki posisi petani kopi di Sinjai. 

Berikut manfaat perlindungan Indikasi Geografis:

  • Memperjelas identifikasi produk dan menetapkan standar produksi dan proses diantara para pemangku kepentingan Indikasi Geografis;
  • Menghindari praktek persaingan curang, memberikan perlindungan konsumen dari penyalahgunaan reputasi Indikasi Geografis;
  • Menjamin kualitas produk Indikasi Geografis sebagai produk asli sehingga memberikan kepercayaan pada konsumen;
  • Membina produsen lokal, mendukung koordinasi, dan memperkuat organisasi sesama pemegang hak dalam rangka menciptakan, menyediakan, dan memperkuat citra nama dan reputasi produk;
  • Meningkatnya produksi dikarenakan di dalam Indikasi Geografis dijelaskan dengan rinci tentang produk berkarakater khas dan unik;
  • Reputasi suatu kawasan Indikasi Geografis akan ikut terangkat, selain itu Indikasi Geografis juga dapat melestarikan keindahan alam, pengetahuan tradisional, serta sumberdaya hayati,  hal ini tentunya akan berdampak pada pengembangan agrowisata.



Post a Comment