Daftar Isi [Tampil]


Tanihoki.com
- Benarkah penggunaan pupuk kimia dalam pertanian dapat memicu terjadinya pemanasan global?

Menurut makalah yang dipublikasikan di jurnal Scientific Reports pada 2022, pupuk kimia menyebabkan lebih dari 2% emisi global. 

Pupuk nitrogen sintetis berkontribusi sebesar 2,1% dari total emisi gas rumah kaca global.

Tidak seperti pupuk organik yang berasal dari bahan tanaman atau hewan, pupuk sintetis dibuat oleh manusia menggunakan proses kimia. 

Produksi dan transportasi menyebabkan emisi karbon, sedangkan penggunaan pertanian dari pupuk-pupuk ini mengakibatkan pelepasan gas nitrous oksida (N2O) - gas rumah kaca yang memiliki daya serap 265 kali lebih kuat daripada karbon dioksida (CO2) selama satu abad.

Tim peneliti dari Greenpeace Research Laboratories di Universitas Exeter dan Universitas Turin  menemukan bahwa rantai pasokan pupuk nitrogen sintetis bertanggung jawab atas pelepasan setara dengan 1,13 gigaton CO2 pada 2018.

Angka ini lebih dari 10% dari total emisi global dari sektor pertanian, dan melebihi emisi dari penerbangan komersial pada tahun tersebut. Empat negara penghasil terbesar – China, India, AS, dan EU28 (negara-negara Uni Eropa plus Inggris) – menyumbang 62% dari total emisi.

“Tidak diragukan lagi bahwa emisi dari pupuk nitrogen sintetis harus dikurangi – bukannya meningkat, seperti yang saat ini diprediksi,” kata Dr. Reyes Tirado, dari Greenpeace Research Laboratories, dikutip dari phys.org.

Sistem agri-pangan global mengandalkan pupuk nitrogen sintetis untuk meningkatkan hasil tanaman, tetapi penggunaan pupuk ini tidak berkelanjutan.


Emisi dapat dikurangi tanpa mengorbankan ketahanan pangan

Pada saat harga pupuk sintetis melonjak, mencerminkan krisis energi, pengurangan penggunaannya bisa bermanfaat bagi petani dan membantu kita mengatasi krisis iklim.

Ketika pupuk nitrogen diterapkan pada tanah, sebagian diserap oleh tanaman dan sebagian digunakan oleh mikroorganisme tanah, yang menghasilkan N₂O sebagai produk sampingan dari metabolisme mereka. Nitrogen juga bisa merembes dari lokasi aplikasi.

Para peneliti mengatakan bahwa strategi paling efektif untuk mengurangi emisi adalah mengurangi pemupukan berlebihan – yang saat ini terjadi dalam kebanyakan kasus.

“Kita memerlukan skema komprehensif untuk mengurangi penggunaan pupuk secara keseluruhan dan meningkatkan efisiensi daur ulang nitrogen dalam sistem pertanian dan pangan,” kata Dr. Stefano Menegat, dari Universitas Turin.

Menurutnya, kita dapat memproduksi cukup makanan untuk populasi yang terus bertambah dengan kontribusi emisi gas rumah kaca yang jauh lebih kecil, tanpa mengorbankan hasil tanaman.

Perubahan pola konsumsi menuju produk daging dan susu yang lebih sedikit dapat memainkan peran sentral.

Tiga perempat nitrogen dalam produksi tanaman (diukur dalam bentuk protein dan termasuk produk samping bioenergi) saat ini digunakan untuk pakan ternak secara global.

Data studi ini, dari 2018, menunjukkan bahwa Amerika Utara memiliki penggunaan pupuk nitrogen per orang per tahun tertinggi (40 kg), diikuti oleh Eropa (25-30 kg). Afrika memiliki penggunaan terendah (2-3 kg).

Tim peneliti mengembangkan kumpulan data tingkat lapangan terbesar yang tersedia mengenai emisi N2O dari tanah. Dengan menggunakan data tersebut, mereka memperkirakan faktor emisi langsung N2O nasional, regional, dan global, sementara mereka menggunakan literatur yang sudah ada untuk menemukan faktor emisi untuk emisi tidak langsung N2O dari tanah, serta untuk pembuatan dan transportasi pupuk nitrogen.


Berikut poin-poin penjelasannya

Pelepasan Gas Rumah Kaca: Pupuk kimia mengandung zat-zat seperti nitrogen, fosfor, dan kalium yang dapat menyuburkan tanaman. 

Namun, ketika pupuk ini digunakan berlebihan atau tidak tepat, tanaman tidak dapat menyerap semua nutrisi tersebut. 

Kelebihan pupuk ini akan masuk ke tanah dan mengalami proses dekomposisi yang menghasilkan gas nitrogen oksida (N2O), yang merupakan salah satu gas rumah kaca yang sangat kuat. Gas ini dapat menahan panas di atmosfer dan menyebabkan pemanasan global.

Perubahan Penggunaan Tanah: Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dapat menyebabkan perubahan pola penggunaan tanah. 

Petani sering menggunakan pupuk untuk meningkatkan hasil tanaman. Ketika penggunaan pupuk berlebihan, tanah yang seharusnya digunakan untuk menanam pohon atau tumbuhan penutup tanah, seperti rumput, akan digunakan untuk pertanian intensif. 

Hal ini menyebabkan penebangan hutan atau deforestasi untuk membuka lahan baru, yang menyebabkan pelepasan karbon yang disimpan dalam vegetasi dan tanah, dan mengurangi kemampuan alam dalam menyerap karbon dioksida (CO2).

Penggunaan Energi dalam Produksi dan Distribusi Pupuk: Produksi dan distribusi pupuk kimia memerlukan energi yang banyak. 

Energi yang digunakan dalam pembuatan pupuk, seperti bahan bakar fosil, menyebabkan emisi gas rumah kaca, terutama CO2. Penggunaan pupuk kimia yang luas juga memerlukan transportasi, yang juga berkontribusi pada emisi gas rumah kaca.

Pengelolaan Limbah Pupuk: Pupuk kimia yang tidak diserap oleh tanaman atau tidak mencapai sasaran akhirnya dapat mencemari sumber daya air seperti sungai dan danau. 

Pencemaran air ini menyebabkan pertumbuhan alga yang berlebihan, yang pada gilirannya menyebabkan pelepasan lebih banyak gas rumah kaca, seperti metana (CH4), selama proses pembusukan alga.

Menurunkan Kesuburan Tanah: Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan juga dapat menyebabkan penurunan kesuburan tanah dalam jangka panjang. 

Ketika tanah kehilangan kesuburan, tanaman memerlukan lebih banyak pupuk, yang dapat menyebabkan lebih banyak emisi gas rumah kaca selama produksi dan distribusi pupuk.

Oleh karena itu, penting untuk mengelola penggunaan pupuk kimia dengan bijaksana dan mengadopsi praktik pertanian berkelanjutan guna mengurangi dampak negatifnya terhadap pemanasan global. 

Pertanian organik, penggunaan pupuk organik, rotasi tanaman, dan konservasi tanah adalah beberapa contoh praktik pertanian yang ramah lingkungan dan berkontribusi pada mengurangi emisi gas rumah kaca.


Post a Comment